Featured Posts
Senin, 25 September 2023
Cerita Kelahiran Baby O
Jumat, 21 Juli 2023
TADABBUR SURAT AL ALAQ AYAT 1 - 5
Muqodimah
Al Alaq artinya segumpal darah.
Surat Al Alaq termasuk ke dalam surat Makiyyah yang diturunkan kepada Nabi SAW sebelum hijrah ke Madinah. Wahyu pertama ini berisi tentang perintah membaca, karena dengan membaca kita bisa mengetahui tentang perintah Allah swt dan larangan-Nya. Manusia diciptakan bersamaan dengan aturan-aturan Allah swt agar hidupnya bisa berjalan secara teratur dan seimbang.
Surat Al Alaq merupakan surat yang pertama kali Allah SWT turunkan. Namun ada sebagian ulama yang mengatakan surat yang pertama turun adalah surat Al Fatihah, sebagian ulama yang lain berpendapat surat Al Mudatsir. Pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang pertama.
Surat Al Alaq di turunkan pada masa awal kenabian. Saat itu Nabi saw tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis (umi). Hal ini juga bisa menjadi hujjah bahwa Al Quran benar-benar berasal dari Allah swt, bukan buatan atau karangan Nabi semata.
Kisah turunnya wahyu pertama ini, disampaikan oleh Aisyah RA beliau bercerita bahwa wahyu pertama yang datang kepada Rasulullah SAW melalui mimpi yang benar. Mimpi beliau itu terlihat jelas layaknya cahaya subuh. Lalu beliau dianugrahi kecintaan untuk menyendiri, lalu beliau berkholwat dan bertahanus (ibadah panjang) di Gua Hira sampai akhirnya datang Malaikat Jibril dan berkata “Bacalah?” Beliau menjawab: “Aku sama sekali tidak bisa baca”. Malaikat memegang dan memeluk Nabi SAW dengan sangat kuat lalu melepaskannya dan berkata lagi “Bacalah!” Beliau menjawab “Aku sama sekali tidak bisa baca”. Malaikat memegang dan memeluk beliau ketiga kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskannya lagi dan berkata “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.”
Dengan segera beliau pulang dan menemui Khadijah RA seraya berkata “Selimutilah Aku, selimutilah Aku!.
Kelak akan ada banyak orang yang memiliki ilmu (qurro’) namun ia tidak betul-betul bisa mendalami maknanya (fuqoha).
Makna qurro’ ada 3 :
- Bertadabbur tapi tidak menyelami maknanya.
- Ilmu yang dimiliki hanya sebatas pada lisan namun tidak sampai pada hati dan akhlaknya.
- Bertambahnya ilmu namun tidak menambah kedekatannya kepada Allah swt.
Ayat 1
ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu Yang menciptakan,”
Surat Al Alaq di awali dengan kalimat iqro’ (aktivitas akal), yang kemudian akan memunculkan aktivitas hati (ketundukan/sujud) kepada Allah swt.
Jumhur ulama sepakat bahwa surat Al Alaq ayat 1-5 ini merupakan surat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai prinsip-prinsip kenabian pada saat beliau belum mengetahui apa itu Al Quran dan apa itu iman.
Makna Iqro’ :
1. Membaca Quran : karena yang di turunkan saat itu merupakan ayat-ayat dalam Al Quran.
2. Membaca secara umum (semua ilmu).
Makna (bi) dari kalimat بِٱسْمِ :
1. Bi hanya sebagai sisipan yang tidak memiliki makna (pendapat lemah)
2. Makna bi :
• Mulailah membaca dengan bismillah.
• Mohonlah pertolongan kepada Allah swt dengan bismillah.
• Niatkan ikhlas karena Allah swt apapun aktivitasnya.
Kenapa dalam ayat ini menggunakan kata بِٱسْمِ رَبِّكَ bukan bismillah ? Karena di sini Allah sedang berbicara dengan Nabi yang kondisinya sedang ketakutan, dan seolah Allah swt ingin berkata, “Akulah Robbmu, hilangkan kekawatiran dan ketakutanmu.
خَلَقَ : Yang Menciptakan segala sesuatu, disini Allah swt hendak mengingatkan kepada orang-orang musyrik bahwa Allahlah sang pencipta, meski sebenarnya mereka sudah memahami akan hal itu namun tetap saja mereka ingkar.
Refleksi
Allah ingin kita banyak membaca, mengambil ilmu baik dari Al Quran maupun ilmu yang lainnya. Lalu setelah ilmu itu kita dapatkan, hendaknya kita pelajari kembali dengan cara memikirkan dan merenungkan, agar ilmu tersebut masuk ke dalam hati dan nampak dalam akhlak keseharian kita.
Ayat 2
خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ مِنْ عَلَقٍ
“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”
Allah menyebut secara spesifik tentang penciptaan manusia, hikmahnya adalah :
1. Menunjukkan kemuliaan manusia dengan akalnya, mengutus para Nabi dari kalangan manusia, menurunkan kitab suci untuk manusia dsb.
2. Mengingatkan betapa besarnya nikmat yang Allah berikan kepada manusia.
3. Menggambarkan keajaiban proses penciptaan manusia mulai dari setetes mani hingga menjadi manusia yang sempurna.
Ayat-Ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia :
QS. Ar Ruum ayat 12 : Manusia berasal dari debu.
QS. Al An’am ayat 2 : manusia dicipta dari tanah yang basah.
QS. Al Hijr ayat 26 : manusia dicipta dari tanah kering yang bersumber dari lumpur hitam dan bau.
QS. An Nahl ayat 4 : manusia berasal dari setetes air mani.
QS. Ath Thoriq ayat 6 : manusia berasal dari air yang memancar.
QS. As Sajadah ayat 8 : manusia berasal dari air yang hina (sperma).
QS. Al Insan ayat 2 : manusia berasal dari air mani yang tercampur.
QS. Al Haj ayat 5 : manusia berasal dari segumpal daging.
QS. Al Alaq ayat 2 : manusia berasal dari segumpal darah.
عَلَقٌ merupakan bentuk jamak dari عَلَقَةٌ yang bermakna sesuatu yang menempel, terkait, atau terikat yang merupakan cikal bakal terbentuknya janin di dalam rahim. Dia asalnya berasal dari pertemuan antara sperma dan ovum kemudian menjadi segumpal darah yang terikat di rahim. Sebagaimana firma Allah swt dalam surat Al Mu’minun ayat 12-14 yang artinya : “Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”
Allah telah mengabarkannya 1400 tahun yang lalu, sebuah ilmu yang baru dibuktikan melalui penelitian modern sekarang ini pada tahun 1940 dan baru bisa dibuktikan pada tahun 1955.
Secara garis besar penciptaan manusia di bagi menjadi 2:
1. Proses penciptaan Nabi Adam AS
Berasal dari debu yang dicampur dengan air maka jadilah tanah yang basah, kemudian didiamkan dalam waktu yang lama sehingga menimbulkan bau, lalu dibiarkan kering dan mengeras kemudian dijadikanlah daging di tambah tulang dan sendi maka jadilah Nabi Adam AS.
2. Proses penciptaan manusia
Sebagaimana terdapat dalam QS. Al Mu’minun ayat 12-14.
Refleksi
Ayat 3
ٱقْرَأْ وَرَبُّكَ ٱلْأَكْرَمُ
“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah”
Perbedaan makna iqro’ di ayat 1 dan ayat 3:
- Di ayat 1 perintah iqro untuk diri Nabi sendiri, sedangkan di ayat 3 untuk disampaikan ke manusia.
- Di ayat 1 membaca quran saat sholat, sedangkan di ayat 3 membaca quran di luar sholat.
- DI ayat 1 membaca untuk memahami kekuasaan Allah, sedangkan di ayat 3 untuk memahami syariat Allah.
Sisi yang menggambarkan Allah Maha Pemurah :
- Allah tetap memberi nikmat kepada manusia meski manusia tersebut ingkar kepada Allah.
- Allah selalu memberi tanpa di minta.
Ayat 4
ٱلَّذِى عَلَّمَ بِٱلْقَلَمِ
“Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam”
Korelasi antara ayat 3 dengan ayat 4 adalah mengajarkan ilmu kepada manusia dengan perantaraan pena merupakan bentuk kemurahan Allah swt. Di sini Allah mengajarkan pentingnya mengikat ilmu dengan tulisan. Menulis merupakan aktivitas yang bermanfaat, ilmu sejarah, kitab-kitab semuanya juga di tulis.
Di ayat ini Allah ingin menunjukkan keajaiban pena, pena yang nota bene benda mati namun bisa menorehkan ilmu dengan sedemikian banyaknya.
Macam-macam pena :
1. Pena Takdir
Pena yang diciptakan langsung oleh tangan Allah. Lalu Allah memerintahkan pena untuk menuliskan segala sesuatu sampai hari kiamat kelak. Mulai dari takdir yang kecil sampai takdir yang besar. Waktu pena menulis takdir ini adalah 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.
2. Pena Malaikat
Pena yang digunakan untuk mencatat seluruh perbuatan manusia.
3. Pena Manusia
Pena terbaik adalah pena yang digunakan menulis para sahabat, untuk menuliskan Al Quran dan Hadits, kemudian penanya para ulama yang menuliskan kitab-kitab. Pena yang digunakan oleh orang baik akan menjadi baik, sedang pena yang digunakan oleh orang jahat akan menjadi buruk.
Manfaat tulisan itu luar biasa. Tidaklah ilmu-ilmu para ulama terdahulu bisa dinikmati oleh manusia zaman sekarang kecuali dengan tulisan. Seandainya tidak ada tulisan niscaya ilmu-ilmu ulama akan hilang. Begitu pun dengan Al-Quran dan hadits-hadits Nabi bisa terjaga sampai sekarang karena ditulis selain dihafalkan.
Jika dibandingkan antara seorang yang menulis dan tidak menulis saat mendengarkan materi disampaikan maka ilmu seorang yang menulis tadi pada umumnya akan lebih melekat di dalam dadanya. Demikianlah kenyataannya. Walaupun orang yang menulis tadi membuang tulisannya setelah itu, tetapi paling tidak ketika menulis dia menggunakan Indera yang lebih banyak daripada orang yang sekedar mendengarkan tanpa menulis. Karena orang yang menulis, dia akan lebih berusaha untuk mendengarkannya secara seksama, berusaha menangkap poin-poin pentingnya, lalu menuliskannya kembali di dalam kertasnya.
Ayat 5
عَلَّمَ ٱلْإِنسَٰنَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”
Ayat ini merupakan ayat terakhir dari wahyu pertama turun. Menurut Imam Al Qurthubi ada tiga makna dari kata “manusia” dalam ayat ini :
1. Nadi Adam AS : Saat Allah swt mengajarkan kepada beliau nama-nama benda, padahal Malaikat tidak tahu nama-nama benda tersebut dan malaikat tidak malu untuk mengakuinya.
2. Nabi Muhammad saw : Allah swt menurunkan kitab dan sunnah kepada Nabi saw, serta mengajarkan kepada beliau apa yang belum di ketahui.
3. Manusia secara umum : Allah memberikan pendengaran, penglihatan dan hati sebagai pintu masuknya ilmu yang sebelumnya terlahir tidak tahu apa-apa. Ilmu lah yang membuat manusia menjadi istimewa dibanding dengan makhluk lain dan merupakan karunia Allah yang amat besar sekaligus sebagai pembeda antara orang yang berilmu dengan orang yang tak berilmu.
Sumber Belajar :
1. Kajian Ustadz Abdullah Zaen
2. Kajian Ustadz Muhammad Yahya
3. Tafsir Sya’rawi
4. Rumaysho.com
Senin, 15 Mei 2023
TADABBUR SURAT AL FAJR
Struktur Surat
Ayat 1-5
Sumpah Allah swt, agar orang yang membacanya bisa berfikir secara imajinatif atas sumpah yang Allah swt sampaikan (bahan perenungan) melalui akal yang Allah berikan.
Ayat 6 -14
Allah memberikan kabar kisah-kisah orang terdahulu yang memiliki kekuatan yang sangat besar, kekayaan yang melimpah, kota yang sangat maju dan peradaban yang sangat gemilang. Namun mereka bersikap sombong, mengabaikan dan memusuhi Nabi mereka, ingkar terhadap Allah, maka Allah hancurkan mereka semuanya dengan balasan yang mengerikan semasa hidup di dunia.
Ayat 15-20
Sejatinya kekayaan dan kemiskinan itu merupakan ujian dari Allah swt.
Ayat 21-26
Penyesalan orang-orang di akhirat, karena semasa hidup di dunia tenggelam dalam kemaksiatan.
Ayat 27-30
Penghargaan / hadiah Allah swt kepada orang-orang Mukmin.
Penjelasan
Ayat 1
وَالْفَجْر
"Demi waktu fajar"
الْفَجْر berasal dari kata fajara = merobek, membelah ~ cahaya yang merobek kegelapan malam
Perbedaan Makna fajar :
- Awal waktu pagi
- Sholat Subuh
- Waktu siang seluruhnya
- Fajar di hari idul adha
- Fajar pertama di bulan dzulhijah
- Fajar pertama di bulan muharram
Keistimewaan Waktu Fajar :
Ibadah di waktu fajar disaksikan langsung oleh Allah swt, malaikat malam dan malaikat siang.
Didoakan oleh Rasulullah SAW, “Ya Allah berkahilah umatku selama mereka senang bangun Subuh.” (HR Tirmidzi, Abu Daud, Ahmad dan Ibnu Majah).
Membuka pintu-pintu rejeki. Rasullah saw berkata kepada Fatimah, Wahai anakku, bangunlah, saksikan rezeki Tuhanmu dan janganlah kamu termasuk orang yang lalai karena Allah membagikan rezeki kepada hamba-Nya, antara terbit fajar dengan terbit matahari.
Menyehatkan badan, menyegarkan fikiran.
Ayat 2
وَلَيَالٍ عَشْرٍ
"Demi malam yang sepuluh"
Para mufassir berbeda pendapat tentang makna ayat ini, diantaranya :
- Malam 10 terakhir di bulan ramadhan
- Malam 10 awal bulan dzulhijah
- Malam 10 awal bulan muharram
Pendapat yang paling benar berdasarkan hadis Jabir ialah 10 Zulhijah, karena 10 Zulhijah merupakan untuk penyempurnaan rukun Islamnya, yakni saat melaksanakan ibadah haji, seakan-akan seseorang telah menyempurnakan rukun islamnya.
Jika di kaitkan antara fajar dan 10 malam, yang paling terlihat perubahannya adalah qomar / bulan. Jika kita tarik hubungannya Allah sedang membicarakan fajar yang merobek kegelapan malam, lalu 10 malam yang ditandai dengan bulan yang cahayanya semakin hari semakin terang.
Sebagian ulama ada yang mengaitkan kondisi ini dengan umat muslim Makkah pada waktu dulu sebelum Islam datang. Sebelum Islam datang kondisi Mekkah dalam kegelapan jahiliyah. Kemudian lahirlah utusan Allah swt, yakni Muhammad saw yang membawa risalah seperti datangnya fajar yang merobek kegelapan jahiliyah, meski siksaan dan ancaman terus belia dapatkan namun secara perlahan cahaya islam terus berkembang menjadi semakin terang.
Ayat 3
وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ
"demi yang genap dan yang ganjil"
لشَّفْعِ = genap/ganda, لْوَتْر = ganjil/tunggal
Makna ganda : Sholat dengan rakaat genap, berpasangan (bumi-langit, siang-malam, laki-laki – perempuan).
Makna ganjil : sholat dengan rakaat ganjil, Allah yang Maha Esa.
Ayat 4
وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِ
"dan demi malam apabila berlalu"
Malam mulai memudar karena datangnya cahaya,
Syaikh Sya’rawi mengatakan bahwa ayat 1-4 ini berkaitan dengan ujung ayat pada surat ini. Bahwa orang yang tenang itu akan senang beribadah di waktu ⅓ malam 10 malam yang utama, senang dengan yang fardhu baik yang rakaat genap maupun ganjil.
Ayat 5
هَلْ فِي ذَٰلِكَ قَسَمٌ لِذِي حِجْرٍ
"Apakah pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh (orang) yang berakal?"
حِجْرٍ maknanya akal, sesuatu yang menghalangi manusia agar tidak berbuat keburukan, dari perbuatan yang tidak benar. Akal berfungsi sebagai filter agar manusia tetap berjalan pada aturan Allah swt.
Jika dilihat dari konteksnya maka sumpah di atas, ditujukan untuk kaum Quraisy dan juga untuk umat islam.
Bagi kaum Quraisy agar memahami bahwa Nabi sebagai utusan Allah yang menerima wahyu itu bagaikan fajar yang menerangi kegelapan jahiliyah, apakah kalian mengira bisa memadamkannya? Semua ini datangnya dari Allah swt, kenapa kalian terus melawan Rasul dan tidak takut kepada Allah?.
Bagi umat islam agar sumpah ini menjadi penguat karena siksaan yang mereka terima dari orang-orang kafir, yakinlah bahwa perjuangan ini semakin lama akan semakin terang sebagaimana sang fajar.
Ayat 6-8
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ
Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Ad,
إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ
(yaitu) penduduk Iram (ibu kota kaum ‘Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi
الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلَادِ
yang sebelumnya tidak pernah dibangun (suatu kota pun) seperti itu di negeri-negeri (lain)?
أَلَمْ تَرَ = tidakkah kamu memperhatikan (dengan penglihatan), Alamta ’lam = tidakkah kamu memperhatikan (dengan pendengaran). Maknanya, sesuatu yang kita saksikan langsung dengan mata akan lebih membekas di bandingkan yang kita dengar lewat telinga.
Menceritakan tentang kisah Kaum Ad yang memiliki peradaban yang sangat maju dan modern, kekuatan yang sangat besar dan power full. Allah gambarkan Kota mereka sangat maju dan belum pernah terjadi di negeri itu. Namun Kaum Ad tidak mau beriman kepada Allah swt, mereka berbuat sesuka hati, tanpa mengindahkan peringatan yang disampaikan oleh Nabi mereka.
Lalu Allah swt timpakan kepada mereka angin topan yang sangat dingin selama tujuh hari delapan malam secara terus-menerus hingga ternak-ternak yang mereka pelihara berterbangan, peradaban yang mereka bangun secara susah payah hancur berkeping-keping, tubuh mereka bergelimpangan dimana-mana seperti pohon kurma yang telah lapuk.
Ayat 9
وَثَمُودَ الَّذِينَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِ
(Tidakkah engkau perhatikan pula kaum) Samud yang memotong batu-batu besar di lembah.
جَابُوا = memahat / membelah, الصَّخْرَ = tumpukan / bangunan batu-batu besar.
Ayat ini menginformasikan tentang Kaum Tsamud yang mayoritas kaumnya memiliki keahlian di bidang pertanian, peternakan dan arsitektur. Karena keahlian tersebut membuat mereka menjadi sombong dan merendahkan kaum lainya. Kehidupan mereka selalu diisi dengan berfoya-foya, mabuk-mabukkan, berzina dan berbuat kejahatan.
Mereka juga tidak pernah mendengarkan ajakan Nabi Soleh untuk beriman kepada Allah dan meninggalkan kemaksiatan yang mereka kerjakan. Hingga pada puncaknya dua orang diantara mereka membunuh unta Nabi Saleh yang seharusnya tidak boleh di ganggu apalagi sampai di bunuh. Lalu setelah itu Allah timpakan kepada mereka petir yang menggelegar dan gempa bumi yang dahsyat hingga menghancurkan mereka semua.
Ayat 10-13
وَفِرْعَوْنَ ذِي الْأَوْتَادِ
Dan Fir‘aun yang mempunyai pasak-pasak (bangunan yang besar)
الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلَادِ
yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri
فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ
lalu banyak berbuat kerusakan di dalamnya (negeri itu),
فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ
maka Tuhanmu menimpakan cemeti azab (yang dahsyat) kepada mereka.
لْأَوْتَادِ = pilar yang ujungnya runcing, seperti piramida yang di bangun oleh fir’aun, yang digunakan untuk menyalib musuh-musuhnya, termasuk untuk menyalib istrinya sendiri (Bunda Asiyah RA).
طَغَوْا فِي الْبِلَادِ = sewenang-wenang, dzolim, keterlaluan
الْفَسَادَ = berbuat kerusakan yang semakin menjadi-jadi.
فَصَبَّ = ibarat air satu ember di tumplekkan sekaligus
سَوْطَ = cemeti, cambukan keras yang sekali dipukul itu bisa menyebabkan antara kulit, daging dan darah menjadi satu
Kisah fir’aun, Allah tujukan kepada orang-orang Quraisy (audien utama). Raja kejam yang semena-mena terhadap rakyatnya, mengaku sebagai tuhan, membunuh semua anak laki-laki yang baru lahir, serakah, jahat dan sangat dzolim kepada rakyatnya. Karena ia terus menentang ajakan Nabi Musa untuk menyembah Allah swt, maka Allah musnahkan fir’aun dan bala tentaranya ke dalam laut merah.
Kutipan dari Tafsir Asy Sya’rawi
Jadi ayat-ayat di atas memaparkan tentang kemajuan peradaban pada masa dahulu. Sebagian dari peradaban tersebut masih dapat disaksikan. Suatu hal yang menarik, dari peradaban yang telah mereka capai, akal pikiran manusia saat ini masih tidak mampu untuk membuka tabir apa yang pernah mereka capai. Mereka masih bingung bagaimana piramida dapat dibangun? Bagaimana batu dapat naik sedemikian tinggi, dan meletakkannya dalam bentuk kerucut. Bagaimana pula mereka dapat me mummi mayat? Ini semua misteri bagi manusia modern. Bila hal ini telah terjadi ribuan tahun yang lalu, dapat dibayangkan bagaimana tingginya peradaban mereka yang sebenarnya, bila tidak terjadi guncangan besar yang diinginkan Allah itu.
‘Ad adalah kaum yang tinggal di gua. Sampai sekarang bekas peninggalan mereka masih belum dapat dilihat. Ia diperkirakan berada di Selatan Semenanjung Arab, tepatnya: antara Aden dan Harda Maut. Sedangkan Tsamud di daerah Madain Shaleh dapat diketahui sebagian peradaban mereka. Ditemukan bagaimana mereka memahat gunung batu dan mengukir patung di sana.
Begitu juga dengan bangunan Firaun dapat kita saksikan sampai sekarang. Jadi, yang tidak diketahui sampai sekarang ialah kisah ‘Ad, kecuali apa yang disampaikan Alquran. Boleh jadi ‘Ad merupakan kota yang di kelilingi gurun pasir, yang pada saat terjadi topan pasir tenggelamlah seluruh kota itu. Ditambah lagi dengan perjalanan waktu hingga tanda-tanda peradaban itu pun makin tertutup dan misteri.
Ayat 14
إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ
"Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi"
مِرْصَادِ = tempat membidik, seolah-olah Allah swt sudah betul-betul siap untuk membalas perbuatan mereka yang menentang perintah-Nya.
Manusia senantiasa dalam pengawasan Allah swt, kapan pun dan dimana pun. Allah swt selalu melihat gerak yang kita lakukan, termasuk yang terdetik di dalam hati manusia. Semuanya akan diperhitungkan dan mendapat balasan, bisa saja balasannya didapatkan di dunia, dan bisa juga diterima di akhirat, bahkan bisa menerima balasan di dunia dan juga di akhirat.
Ayat 15 – 20
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ
"Adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kenikmatan, berkatalah dia, “Tuhanku telah memuliakanku.”
وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
"Sementara itu, apabila Dia mengujinya lalu membatasi rezekinya, berkatalah dia, “Tuhanku telah menghinaku.”
كَلَّا ۖ بَلْ لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ
"Sekali-kali tidak! Sebaliknya, kamu tidak memuliakan anak yatim"
وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ
"tidak saling mengajak memberi makan orang miskin"
, وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلًا لَمًّا
memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang haram)
. وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
dan mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan
Makna الْإِنْسَانُ = manusia (terdiri dari ruh dan jasad) baik ia mukmin maupun kafir.
مَا ابْتَلَاهُ = ujian berat, ujian pada manusia ada 3 :
1. Imtihan : ujian ringan
2. Bala : ujian tingkat menengah
3. Ibtila ujian berat ~ jika lulus bsa mencapai derajat mulia
رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ = Allah itu terhormat tanpa harus ada yang memberikan hormat.
فَقَدَرَ = mencukupkan kadar, rejeki manusia itu diberikan sesuai takarannya
Di dalam ayat-ayat di atas ada dua anggapan manusia yang tidak benar. Pertama, orang yang mendapatkan banyak rejeki mengira bahwa itu merupakan tanda bahwa telah mendapat kemuliaan dari Allah swt. Kedua, orang yang mendapatkan sedikit harta mengira ia telah dihinakan oleh Allah swt.
Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah, karena Allah memberikan kekayaan dan kemiskinan itu keduanya merupakan sebuah ujian. Nilai kemuliaan di mata Allah swt itu bisa didapatkan jika kita lulus menghadapi ujian yang Allah berikan.
Saat Allah anugerahkan kekayaan lebih untuk kita, dan kita mampu mengelola kekayaan tersebut dengan benar, diperoleh dengan cara yang halal dan tidak mendzolimi orang lain, menyantuni anak yatim, membantu fakir miskin maka bisa dikatakan lulus ujian dan mendapat predikat mulia.
Begitu sebaliknya, saat Allah anugerahkan kita sedikit harta, kita mampu bersabar dan tidak berkeluh kesah serta tetap ikhtiar dengan cara yang ma’ruf, maka bisa disebut juga lolos dalam ujian dan mendapat kemuliaan di mata Allah swt.
Ayat 21-26
كَلَّا إِذَا دُكَّتِ الْأَرْضُ دَكًّا دَكًّا
Jangan sekali-kali begitu! Apabila bumi diguncangkan berturut-turut (berbenturan),
وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا
Tuhanmu datang, begitu pula para malaikat (yang datang) berbaris-baris,
وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ ۚ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُالْإِنْسَانُ وَأَنَّىٰ لَهُ الذِّكْرَىٰ
dan pada hari itu (neraka) Jahanam didatangkan, sadarlah manusia pada hari itu juga. Akan tetapi, bagaimana bisa kesadaran itu bermanfaat baginya?
يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
"Dia berkata, “Oh, seandainya dahulu aku mengerjakan (kebajikan) untuk hidupku ini!”
. فَيَوْمَئِذٍ لَا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَدٌ
"Pada hari itu tidak ada seorang pun yang mampu mengazab (seadil) azab-Nya"
وَلَا يُوثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ
"Tidak ada seorang pun juga yang mampu mengikat (sekuat) ikatan-Nya."
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah swt menggambarkan ancaman balasan yang sangat mengerikan. Bumi di goncang dan semua yang ada di atasnya baik itu gunung, bangunan, tanaman, hewan ternak bahkan manusia bisa hancur rata dengan tanah. Kemudian Allah menampakkan kuasa-Nya dengan memperlihatkan isi jahanam yang dapat membelalakkan mata dan merobek hati manusia. Barulah manusia menyesal dan tersadar bahwa apa yang Tuhan sampaikan saat di dunia itu adalah sebuah kebenaran bukan dongeng semata. Namun kin penyesalannya tiada guna, karena balasan amal keburukannya sudah terpampang nyata di depan mata.
Ayat 27 – 30
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
"Wahai jiwa yang tenang"
ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً
"kembalilah kepada Tuhanmu dengan rida dan diridai"
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي
"Lalu masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku"
وَادْخُلِي جَنَّتِي
"dan masuklah ke dalam surga-Ku!"
Orang-orang mukmin akan Allah swt panggil dengan mesra, lalu Allah akan mempersilahkan masuk ke dalam surga-Nya, dan Allah pun ridho kepada mereka.
Sumber Belajar
1. Kajian Ustadz Muhammad Yahya
2. Kajian Ustadz Adi Hidayat
3. Tafsir Asy Sya’rawi
4. Inforebuplik.com
Senin, 12 September 2022
Segenggam Takdir Allah swt di pekan Penuh Penjuangan
Senin, 04 Juli 2022
Tadabbur Surat Al Ashr
Surat Al-Ashr di sebut juga dengan Surat Wal-Ashr.
Tak ada hadits khusus yang menyebutkan kapan waktu yang di tekankan untuk membaca surat Al-Ashr, akan tetapi ada satu moment sahabat Rasul membaca surat ini yaitu ketika bertemu dan sebelum berpisah.
AYAT 1
“Demi masa”
Diawali dengan sumpah “demi”, hal ini menunjukkan betapa pentingnya, betapa seriusnya, ada penekanan serta penegasan).
Makna Al-Ashr
1. Masa / waktu / zaman.
2. Waktu sore yakni dimulai saat matahari mulai tergelincir (setelah waktu dzuhur) sampai matahari terbenam.
3. Shalat asar.
Dari ketiga pendapat tersebut menurut Imam Thobari yang paling kuat adalah Al Ashr bermakna masa / waktu / zaman yang cakupan maknanya lebih luas.
Kenapa Allah menonjolkan waktu?
Karena waktu merupakan sebuah wadah dari seluruh perbuatan yang kita kerjakan. Allah menjelaskan betapa pentingnya waktu, masing-masing orang telah Allah swt berikan porsi waktu yang sama dengan kondisi yang berbeda. Misalnya saat dini hari, orang-orang beriman sedang khusyuk mendekatkan diri kepada Rabb-Nya, di saat yang sama pula para komplotan penjahat sedang melakukan aksinya pula untuk mengambil harta orang lain.
Kenapa Allah bersumpah menggunakan waktu?
Padahal tidak boleh bersumpah kecuali dengan nama Allah, dalam sumpah ada pengagungan dan yang pantas di agungkan hanyalah Allah.
Sejatinya sebagai seorang hamba, kita tidak pantas menanyakan kenapa atas segala ketetapan Allah. Ketetapan Allah itu pasti yang terbaik, paling tepat, paling benar, paling adil, bijaksana dan sempurna karena Allah dzat Yang Maha Segalanya.
Dalam ayat ini, Allah swt memerintahkan kita agar mampu berfikir, memaknai, dan merenungi tentang urgensi waktu. Ada beberapa ayat lain yang Allah swt bersumpah atas nama makhluknya :
وَالشَّمْ سِ وَضُحَاهَا
“Demi matahari dan sinarnya pada waktu duha (ketika matahari naik sepenggalah)”
وَاللَّيْ لِ إذَا يَغْشَ ىِ
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang)”
AYAT 2
Makna manusia :
1. Orang-orang kafir
2. Semua manusia baik muslim maupun yang kafir.
Makna Qusrin : Kerugian, kekurangan, siksaan, kebinasaan.
Kerugian ada dua macam :
1. Kerugian total
2. Kerugian sebagian
Sebagai Permisalan seorang pedagang terkadang mengalami kerugian, bisa kerugian total (modalnya ikut tidak kembali) maupun kerugian sebagian. Nah kita sebagai seorang hamba juga tentu punya modal dalam hidup ini yakni UMUR. Dan Allah telah memberikan modal tersebut kepada kita semua, tergantung bagaimana masingmasing kita memanfaatkan modal yang telah Allah kasih tersebut.
Siapakah yang mengalami kerugian total?
Yakni orang-orang kafir, sebagaimana telah Allah jelaskan dalam surat Ali Imran ayat 85 yang artinya “Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.
Sebanyak apapun kekayaan yang mereka kumpulkan maka tak akan ada manfaatnya sama sekali kelak di hari kiamat dan tak dapat digunakan untuk menebus siksa Allah swt. “Sesungguhnya orang-orang yang kafir, seandainya mereka memiliki segala apa yang ada di bumi dan ditambah dengan sebanyak itu (lagi) untuk menebus diri mereka dari azab pada hari Kiamat, niscaya semua (tebusan) itu tidak akan diterima dari mereka. Mereka (tetap) mendapat azab yang pedih”, (QS. Al Maidah : 36).
Lalu siapakah yang mengalami kerugian sebagian?
Yakni seorang muslim yang tidak memaksimal memanfaatkan umurnya terhadap 4 hal sebagaimana yang telah Allah jelaskan pada ayat selanjutnya. “Dan barangsiapa ringan timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang yang telah merugikan dirinya sendiri, karena mereka mengingkari ayat-ayat Kami” (QS. Al A’raf : 9)
Makna “laa” : benar-benar berada di dalam kerugian, artinya tenggelam di dalamnya.
Baru menyadari kalau manusia rugi itu saat ajal di depan mata, merasa bekal masih sedikit, sedangkan dosa terlampau banyak, padahal harga surga tak bisa dibayar dengan amalan yang sedikit itu, sholat masih belum khusyuk, lisan masih sering humazah dan lumazah, mata masih sering melihat hal-hal haram, telinga masih sering mendengar perkataan kotor, hati belum sepenuhnya tunduk terhadap syariat Allah swt, diri masih sering membalas kenikmatan Allah dengan kemaksiatan. Dan tatkala ajal datang menjelang, segala permintaan penangguhan kematian tak akan bisa meski hanya sedetik. ‘Ya Allah tambahkan umur kepadaku, niscaya aku akan banyak bersedekah, banyak membaca dan mempelajari Al Quran, rajin shalat, dan beramal baik yang banyak akan tetapi kesempatan itu telah tiada.
Menjadi pengingat diri bahwa mari kita manfaatkan umur kita dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai kita menyesal di saat ajal telah tiba. Naudzubillah.
Sebab seseorang merugi
- Rakus terhadap harta : berbohong demi uang, menghalalkan segala cara demi uang, manipulasi laporan keuangan agar untung dll.
- Rakus terhadap kedudukan : Membeli suara saat pemilu, curang dalam pemilihan, praktik suap dll.
AYAT 3
Syarat selamat dari kerugian : beriman, mengerjakan amal sholeh, menasihati untuk kebenaran dan menasihati untuk kesabaran.
Iman itu apa?
Sebagaimana dalam sebuah hadits yang di tanyakan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW yakni mencakup 6 rukun Iman.
Untuk memahami apa itu rukun iman kita perlu memiliki ilmu agama, makanya hukum belajar ilmu agama itu wajib agar ilmu tersebut membatu kita dalam beramal. Misalnya tentang Iman Kepada Allah minimal harus ada 4 hal yang kita yakini : 1. Yakin bahwa Allah swt itu ada, 2. Yakin bahwa Allah swt satu-satunya yang menciptakan, menguasai dan mengatur, 3. memahami dengan benar asmaasma Allah dan sifat-sifat-Nya, 4. Yakin Allah swt satu-satunya yang berhak di sembah. Pun dalam bermuamalah juga butuh ilmu dalam pelaksanaannya.
Beramal shalih
Orang yang mengerjakan amal sholih itu sudah pasti butuh ilmu. Allah telah mengkaruniakan kepada kita penglihatan, pendengaran dan juga hati, agar dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya saat belajar. Baik belajar ilmu agama maupun ilmu dunia.
Sumber Belajar :
Kajian Ustadz Abdullah Zaen