Pages

Minggu, 31 Oktober 2021

Tafsir Surat Al Fatihah Ayat 6

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

 Tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus


Ihdinaa bisa di artikan Ya Allah berilah kami petunjuk,  berilah kami hidayah.

Ash-Shiraathal Mustaqiim: yang hidayah itu lurus, bening, tidak berbelok

Makna Hidayah

Hidayah berarti bimbingan dan taufiq.

Menurut para ulama makna hidayah mencakup 3 hal : 

1. Hidayah menunjuk kepada islam

Bimbingan bagi seseorang untuk memeluk agama islam. Belum muslim kemudian menjadi muslim.

2. Hidayah menunjuk pada kekuatan iman

Sudah muslim kemudian Allah tambahkan keimanannya.

3. Hidayah bentuknya amal sholih

Petunjuk untuk mengerjakan amal sholih. Saat kita mendapatkan hidayah dari Alah maka tubuh kita akan tergerak untuk beramal sholih.

Kenapa seorang mukmin meminta hidayah padahal sifat itu sudah ada padanya. Apakah termasuk tahshilul bashiil (usaha memperoleh sesuatu yang sudah ada) atau bukan?

Bukan. Sekiranya mereka tidak perlu memohon hidayah siang dan malam, niscaya Allah tidak akan membimbingnya untuk melakukan hal itu. Sebab seorang hamba senantiasa membutuhkan Allah kapan saja dan bagaimanapun keadaannya, agar diberikan keteguhan, kemantapan, penambahan, dan hidayah, karena ia tidak kuasa mendatangkan manfaat ataupun mudharat kepada dirinya sendiri kecuali atas izin Allah SWT. Maksud memohon hidayah ini adalah memohon ketetapan, kelangsungan dan kesinambungan amal yang dapat membantu mencapai tujuan tersebut.

Oleh karena itu Allah SWT selalu membimbingnya untuk senantiasa memohon kepada-Nya setiap saat agar Dia memberikan pertolongan, keteguhan dan taufiq.

Ash-Shiraathal Mustaqiim

Abu Ja’far bin Jarir : Seluruh ahli tafsir sepakat arti ash-shiraathal mustaqiim adalah jalan yang terang dan lurus, tidak ada bengkokan padanya.

Di sifatkan mustaqiim karena kelurusannya, kebalikannya adalah mu’awwij karena kebengkokannya.


Makna Ihdinash shiraathal mustaqiim  (di sampaikan oleh Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri)

Mengajarkan kepada kita untuk meminta doa agar Allah SWT memberikan petunjuk ke jalan yang lurus.

Menjelaskan kepada kita bahwa setelah kita beribadah dan memohon pertolongan Allah (ayat sebelumnya), kita diperintahkan untuk kembali kepada Allah. Tidak ada yang bisa menjamin kita tidak tergelincir ke jalan yang salah kecuali pertolongan dari Allah SWT.

Jalan yang lurus merupakan jalan kebahagiaan. 


Makna  shiraathal mustaqiim (Ust. Firanda Andirja)

1) Jika kami belum berada di jalan yang lurus, maka tunjukkanlah jalan yang lurus tersebut.

2) Jika kami sudah berada di jalan yang lurus, maka kokohkanlah dan tegarkanlah (istiqomah)

3) Jika kami sudah istiqomah di jalan yang lurus, maka bukakanlah pintu-pintu kebaikan yang lainnya.


Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya dari an-Nawwas bin Sam’an RA, dari Rasulullah SAW bersanda : 

“Allah telah membuat perumpamaan shiraathal mustaqiim (jalan yang lurus), di dua sisi  shiraath (jalan) terdapat dua pagar. Di pagar tersebut terdapat pintu-pintu yang terbuka. Dan di pintu-pintu itu terdapat tirai-tirai yang terurai. Di depan shiraath terdapat orang yang berseru: ‘Wahai manusia, masuklah kalian semua ke dalam shiraath ini dan janganlah berbelok.’ Dan di atas shiraath terdapat penyeru yang akan berseru, apabila ada seorang manusia yang ingin membuka pintu-pintu tersebut, penyeru di atas shiraath berkata: ‘Celaka (hati-hatilah) kamu, janganlah engkau membukanya. Jika engkau membukanya, niscaya engkau akan terperosok masuk ke dalamnya.’ Shiraat itu adalah islam. Pagar-pagar itu adalan batasan-batasan Allah. Pintu-pintu yang terbuka itu adalah perkara-perkara yang diharamkan Allah. Penyeru di depan pintu shiraath adalah Kitabullah. Dan penyeru di atas shiraath adalah pemberi peringatan dari Allah  yang ada di dalam hati setiap muslim.

Hasan Al Basri mengatakan: barangsiapa yang membaca ihdinash shiraathal mustaqiim lalu ia mengamalkannya, maka seolah-olah ia mengamalkan isi seluruh kitab-kitab Allah SWT.

Dengan demikian makna ihdinash shiraathal mustaqiim adalah “Semoga Engkau terus berkenan menunjuki kami di atas jalan yang lurus dan jangan belokkan kami ke jalan yang lain.”



Sumber:

1. Buku Tafsir Ibnu Katsir.

2. Kajian Ustadz Adi Hidayat via youtube

3. Kajian Ustadz Firanda Andirja via youtube.

4. Kajian Ustadz Muh. Nuzul Dzikri via youtube.

Minggu, 10 Oktober 2021

Tafsir Surat Al Fatihah Ayat 5


 إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan”


Secara bahasa ibadah bermakna kerendahan.

Secara istilah ibadah diibaratkan bagai rangkaian cinta, ketundukan dan rasa takut yang sempurna.

Faedah didahulukannya maf’ul (obyek) dan pengulangannya. Pada kata iyyaaka dan setelah itu di ulangi lagi, bertujuan untuk mendapatkan perhatian dan juga sebagai pembatasan. Artinya, “Kami tidak beribadah kecuali kepada-Mu, dan kami tidak bertawakkal kecuali hanya kepada-Mu.” Ini merupakan puncak ketaatan.

Sebagian Salaf mengatakan bahwa surat al-Faatihah merupakan rahasia al-Quran yang terletak pada ayat “iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin.” 

Penggalan pertama “hanya kepada-Mu kami beribadah” merupakan pernyataan berlepas diri dari kemusyrikan. Penggalan kedua “hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan” merupakan sikap berlepas diri dari upaya dan kekuatan, serta berserah diri kepada Allah SWT.

Dalam surat Huud ayat 123 di jelaskan juga : 

فَٱعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ ۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ


Maka ibadahilah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Rabb-mu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan” (QS. Huud : 123)

Dalam surat Al Mulk ayat 29 :

قُلْ هُوَ ٱلرَّحْمَٰنُ ءَامَنَّا بِهِۦ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَا


katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Pemurah, kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya-lah kami bertawakkal....” (QS. Al Mulk: 29)

Dalam surat al-Faatihan ayat 5 ini, terjadi berubahan bentuk dari orang ketiga menjadi orang kedua/lawan bicara yakni dengan huruf kaf, karena ketika seseorang memuji Allah SWT, maka seolah-olah ia dekat dan hadir di hadapan Allah SWT.

Al-Faatihah merupakan petunjuk agar kita memuji Allah SWT, maka wajib di baca saat shalat.

Dari Ubaidah bin ash-Shamit RA, ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab.”

Dalam Shahiih Muslim diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda : “Allah Ta’alaq berfirman: ‘Aku telah membagi shalat (bacaan al-Faatihah) menjadi dua bagian antara diriku dengan hamba-ku. Satu bagian untuk diri-Ku dan satu bagian untuk hamba-Ku. Dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.’ Jika ia mengucapkan Alhamdulillaahi Rabbil ‘Aalamiin, maka Allah SWT berfirman: ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.’ Jika ia mengucapkan ar-Rahmaanir Rahiim, maka Allah SWT berfirman: ‘Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.’ Jika ia mengucapkan Maaliki yaumid diin, maka Allah SWT berfirman: ‘Hamba-Ku telah memuliakan-Ku.’ Dan pernah Abu Hurairah RA mengatakan: “(Allah berfirman:) ‘Hamba-Ku telah berserah diri kepada-Ku.’ Jika iya mengucapkan Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin, maka Allah berfirman: ‘Ini adalah bagian dari-Ku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.’ Dan jika ia mengucapkan ihdinash shiraathal mustaqiim, shiraathalladziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaaliim, maka Allah berfirman: ‘ini untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.

‘Hanya kepada-Mu kami beribadah’ berkaitan dengan Tauhid Uluhiyyah, yakni hanya Engkau semata yang kami esakan, kami takuti dan kami harapkan wahai Rabb kami, bukan selain-Mu.

‘Hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan’ berkaitan dengan Tauhid Rububiyyah, yakni meminta pertolongan kepada-Nya dalam segala urusan.

‘Hanya kepada-Mu kami beribadah’ didahulukan dari Hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan’ karena ibadah kepada-Nya merupakan tujuan. Dan meminta pertolongan merupakan wasilah (sarana) untuk mendapatkannya. Dan perkara yang di dahulukan adalah perkara yang penting.


UST. FIRANDA


Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin

Merupakan pengakuan seorang hamba kepada Allah SWT.

Iyyaaka sebagai obyek kalimat di letakkan di depan. Asalnya adalah na’buduka yang artinya kami menyembah-Mu. Maka didahulukannya obyek kalimat yang seharusnya ada di belakang menunjukkan adanya pembatasan dan pengkhususan. Artinya ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah SWT. Tidak boleh ibadah ditujukan selain kepada-Nya. Sehingga makna dari ayat ini adalah, ‘Kami hanya menyembah-Mu dan kami tidak menyembah selain-Mu. Kami hanya meminta tolong kepada-Mu dan kami tidak meminta tolong kepada selain-Mu.

Kenapa kata iyyaka di ulang dua kali?

Karena menyembah dan memohon pertolongan dari Allah membutuhkan keikhlasan.

Kenapa na’budu baru nasta’iin?

1. Dengan memohon kepada Allah maka kita akan diberikan pertolongan

2. Ibadah merupakan tujuan, dan pertolongan adalah wasilah. Kita meminta tolong untuk beribadah. 


Kamis, 07 Oktober 2021

Tafsir Surat Al Faatihah Ayat 4


 مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ

Malik berasal dari kata Mulk yang artinya kepemilikan, kekuasaan, kerajaan.

Malik artinya Raja, sedangkan Maalik artinya Pemilik.

Jika kata Maalik disematkan pada Allah SWT maka dapat di artikan bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Menguasai, Allah adalah Dzat Yang Maha Merajai, dan Allah adalah Dzat Yang Maha Memiliki segala sesuatu.

Ada pendapat mengatakan bahwa kata malik lebih luas dan lebih dalam maknanya daripada kata maalik, diibaratkan sebagai perintah raja harus dilaksanakan oleh pemilik sesuatu apabila pemilik tersebut berada di daerah kekuasaan sang raja, sehingga perbuatan seorang pemilik harus dibawah aturan sang raja.

Malik menunjukkan sifat dari Dzat Allah SWT sedangkan Maalik menunjukkan sifat dari perbuatan Allah SWT.

Al Maalik disandarkan pada kalimat yaumiddin karena pada hari itu tidak ada seorang pun yang dapat mengaku-aku sesuatu dan tidak juga dapat berbicara kecuali dengan izin Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat An-Naba Ayat 38 :

يَوْمَ يَقُومُ ٱلرُّوحُ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ صَفًّا ۖ لَّا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ ٱلرَّحْمَٰنُ وَقَالَ صَوَابًا


Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah, dan ia mengucapkan kata yang benar.”


Raja yang hakiki ialah Allah

هُوَ اللّٰهُ الَّذِيْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۚ اَلْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلٰمُ

Dia-lah Allah yang tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) selain Dia, Raja, Yang Mahasuci, Yang Maha Sejahtera....”(QS. Al Hasyr : 23)

Di dalam Al Qur’an surat Al Mu’min ayat 16 dijelaskan :

لِّمَنِ ٱلْمُلْكُ ٱلْيَوْمَ ۖ لِلَّهِ ٱلْوَٰحِدِ ٱلْقَهَّارِ


...kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan”

وَكَانَ وَرَآءَهُم مَّلِكٌ


“...karena dihadapan mereka ada seorang raja...”

Dalam hadits di jelaskan tentang tidak adanya raja selain Dia, sebagaimana yang di sampaikan oleh Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :

“Julukan yang paling hina di sisi Allah adalah seorang yang menjuluki dirinya malikul amlaak (raja diraja), karena tidak ada raja yang sebenarnya kecuali Allah )”

Penyebutan raja bagi selain Allah hanya kiasan (majas) saja, sebagaimana Allah menyebut Thalut sebagai raja.

“...Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut sebagai rajamu...” (QS. Al-Baqarah : 27)


Dari sifat Al Maalik Allah SWT dapat kita pahami beberapa hal :

1. Segala sesuatu yang ada di muka bumi dan di langit beserta isinya adalah milik Allah SWT.

2. Allah Maha merajai, tidak ada seorangpun yang kuasanya melebihi kekuasaan Allah SWT.

3. Allah yang paling adil terhadap hukumNya, hakim yang sebenar-benarnya, Allah yg memberikan keputusan siapa yang masuk ke dalam surga dan siapa yg masuk ke dalam neraka.


Yaumiddin 

Kata ad-diin artinya pembalasan dan perhitungan.

Ibnu ‘Abbas berkata : Hari pembalasan adalah hari perhitungan bagi semua makhluk disebut juga hari Kiamat. Mereka diberi balasan sesuai amalnya. Jika amalnya baik, maka balasannya juga baik, jika amalnya buruk maka balasannya juga buku kecuali yang di ampuni.

Firman Allah QS. An-Nuur : 25

“...Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan sebagaimana mestinya...”

Dalam ayat lain juga di jelaskan 

“...Apakah sesungguhnya kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?” (QS. Shaaffaat : 53)

Oleh sebab itu sebagai manuasia yang tidak luput dari salah dan dosa, hendaknya kita untuk bermuhasabah, meninggalkan kemaksiatan dan memperbanyak amal untuk bekal di akhirat kelak.

Umar RA berkata, “hisablah diri kalian sendiri sebelum kalian di hisab, dan timbanglah diri amal kalian sebelum diri (amal) kalian ditimbang. Dan bersiaplah menghadapi hari besar, yakni hari diperlihatkannya amal seseorang, sementara semua amal kalian tidak tersembunyi dari-Nya.


Maaliki yaumiddin dapat di artikan Allah SWT yang memiliki hari tersebut dan Allah berhak mengatur segalanya.

Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Rabb-mu) tidak ada sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).” (QS. Al Haaqqah : 18)

Tidak ada seorangpun yang memiliki kekuasaan pada hari itu selain Allah SWT, tidak ada seorang pun yang mampu menyembunyikan perbuatan buruk semasa hidup di dunia, semua amal akan di timbang dengan seadil-adilnya oleh Allah SWT. Setiap orang akan menerima haknya di akhirat atas segala kerugian yang menimpanya di dunia, begitu juga setiap orang akan menerima hukumannya di akhirat atas perbuatannya di dunia yang merugikan sesama.



Sumber :

1. Buku Tafsir Ibnu Katsir

2. Kajian Ustadz Muhammad Hanafi via youtube

3. Kajian Ustadz Firanda Andirja via youtube

4. Tafsirweb.com 


Tafsir Surat Al Faatihah Ayat 3 Ar Rahmaan Ar Rahiim (bagian 2)


الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”

Ar Rahmaan dan Ar Rahiim berasal dari kata yang sama, yaitu rahiima artinya Merahmati.

Kata Ar Rahmaan merupakan wazan fa’lan yang menunjukkan hiperbola. Jadi Ar Rahmaan artinya Dzat yang melimpahkan rahmat kasih sayangNya yang begitu luas kepada seluruh makhlukNya baik untuk orang yang beriman maupun untuk orang kafir.

Kata Ar Rahiim merupakan wazan fa’il yang menunjukkan perbuatan sampai ke sasarannya, Ar Rahiim menunjukkan fi’il madzi / kata kerja. Jadi Ar Rahiim artinya kasih sayang Allah yang 
sampai kepada makhlukNya sesuai yang Allah kehendaki. Kasih Sayang Allah di akhirat hanya untuk orang-orang yang beriman, sedangkan orang kafir di akhirat tidak mendapatkannya.
• Fa’lan menunjukkan makna luas sedangkan fa’il menunjukkan perbuatan yang sampai.
• Jika kedua kata di gabung antara Ar Rahmaan dan Ar Rahiim maka memiliki makna Dzat yang merahmati yang rahmatNya sangat luas dan Dzat yang merahmati yang rahmatNya sampai kepada sasaranya (makhlukNya).
• Rahmat Allah ada 2, yaitu rahmat yang sampai kepada makhluk dan rahmat yang tidak sampai kepada makhluk.
• Rahmat Dunia yang sampai kepada makhluk misalnya, Allah beri kemudahan untuk menerima hidayah, Allah tanamkan lezatnya iman di dalam hati, kemudahan rejeki, rasa aman dalam hidup dll.
• Rahmat Dunia yang tidak sampai kepada makhluk misalnya, susah untuk menerima hidayah, selalu dalam kemaksiatan, tidak ada iman di dadanya dll.
• Rahmat Akhirat hanya sampai kepada orang-orang mukmin yakni surga, sedangkan orang kafir tidak dapat menerima rahmat di akhirat.
Kajian Ustadz Ammi Nur Baits via Youtube