Pages

Minggu, 24 Januari 2016

Ku Raih RidhoMu dengan IKHLAS




Memberi tanpa pamrih itulah ikhlas. Hal  ini sudah diajarkan kepada kita sejak duduk di Sekolah Dasar (SD) di mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP), tapi sekarang namanya sudah berubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau di singkat PPKn.
Tentunya kita ingin sekali ketika berbuat sesuatu dilakukan dengan ikhlas tanpa mengharap imbalan apapun dari orang lain, lebih-lebih dalam menjalankan kewajiban-kewajiban sebagai makhluk Allah Subhanalah wa ta'ala, karna syarat diterimanya amal ibadah itu yang dikerjakan dengan ikhlas, sebagaimana firman Allah  Subhanalah wa ta'ala dalam Qur'an Surat Al Baqarah Ayat 139 :

قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُونَ (١٣٩)
Katakanlah: “Apakah kamu memperdebatkan dengan Kami tentang Allah, Padahal Dia adalah Tuhan Kami dan Tuhan kamu; bagi Kami amalan Kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya Kami mengikhlaskan hati.

Eiiitss, jangan salah ! mengangap ikhlas itu mudah, tapi bukan berarti ikhlas tidak dapat kita terapakan, lha terus bagaimana? Ok...ok... mari kita belajar bersama tentang ilmu IKHLAS

Yuk simak baik-baik ya !


    Sebuah kisah, ada seseorang yang selalu menunaikan shalat di shaf pertama. Suatu ketika ia terlambat dan ia shalat di shaf kedua. Lalu ia diliputi rasa malu karena dilihat orang banyak. Dari sini ia tahu bahwa selama ini ketenangan hatinya dalam melaksanakan shalat di shaf pertama selama ini disebabkan oleh pandangan orang-orang kepadanya. 
"Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan dien (agama) kepada-Nya, lagi bersikap lurus" (Q.S Al-Bayyinah:5)

   Abu Umamah meriwayatkan, seseorang telah menemui Rasulullah shollallahu alaihi wasallam dan bertanya, "Bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapatkan upah dan pujian? Apakah ia mendapatkan pahala? Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, "Ia tidak mendapatkan apa-apa." Orang tadi mengulangi pertanyaannya tiga kali dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun tetap menjawab, "Ia tidak mendapatkan apa-apa." Lalu beliau bersabda' "Sesungguhnya Allah subhanallah wa ta'ala tidak menerima suatu amal, kecualli jika dikerjakan murni karena-Nya dan mengharapkan wajah-Nya." (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i dengan sanad jayyid/bagus).

🍀🍀🍀🍀🍀🍀

 Apakah itu Ikhlas…? 

    Ikhlas artinya memurnikan tujuan bertaqarrub kepada Allah subhanallahu wa ta'ala dari hal-hal yang mengotorinya.
Ikhlas juga berarti menjadikan Allah Subhanallah wa ta'ala sebagai satu-satunya tujuan dalam segala bentuk ketaatan atau mengabaikan pandangan makhluk dengan cara selalu berorientasi hanya kepada Allah Subhanalah wa ta'ala. Hal ini hanya mampu dilakukan oleh seseorang yang mencintai Allah Subhanallahu wa ta'ala dan menggantung seluruh harapannya pada akhirat. Tidak tersisa tempat dihatinya untuk mencintai dunia. Seseorang yang dipenuhi oleh kecintaan kepada Allah Subhanallah wa ta'ala dan akhirat pasti seluruh aktivitas hariannya mulai dari bangun tidur hingga ia tidur kembali merupakan cerminan dari cita-citanya untuk obsesi akhirat sehingga dilakukan dengan penuh keikhlasan.

Kemudian apa saja keutamaan Ikhlas…?  

     Abu Sa'id Al-Khudriy radiyallahu anhu  meriwayatkan bahwa pada waktu Haji wada', Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: "Semoga Allah mencerahkan orang yang mendengar kata-kataku lalu menjaganya. Betapa banyak orang yang membawa pemahaman, tetapi ia sendiri tidak paham. Tiga hal yang seorang mukmin tidak akan dengki terhadapnya; mengikhlaskan amal kepada Allah, memberikan loyalitas kepada para pemimpin kaum muslimin dan selalu bergabung dengan jamaah mereka." (HR. Al-Bazzar dengan isnad hasan dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya).       Hadist diatas memberi pengarahan bahwa ketiga hal diatas dapat memperbaiki hati (menjauhkan dari sifat dengki). Barangsiapa menjadikan ketiganya sebagai akhlak, pasti hatinya akan bersih dari khianat maupun kerusakan.     Seorang hamba hanya akan akan selamat dari godaan setan dengan keikhlasan. Allah subhanallahu wa ta'ala berfirman,  mengungkapkan pernyataan iblis,
 "Kecuali hamba-hamba Mu yang selalu ikhlas" (Shad:83).   

    Apabila suatu amal telah tercampuri oleh harapan-harapan duniawi yang disenangi diri dan hati manusia sedikit ataupun banyak maka kejernihan amal itu sendiri telah tercemari. Hilanglah pula keikhlasannya. Sulitnya ikhlas dalam setiap amalan atau ibadah digambarkan oleh sebuah pepatah, "Barangsiapa yang sesaat dari umurnya telah dengan ikhlas, hanya mengharap wajah Allah, pasti ia akan selamat.

Apa Kunci Keikhlasan..?

Kunci keikhlasan adalah MEMUPUSKAN KESENANGAN TERHADAP DUNIA

    Keikhlasan hanya bisa lahir dari hati yang selalu khusyu' dan menjadikan akhirat sebagai obsesi hidupnya. Segala kesenangan hawa nafsu serta ketamakan terhadap dunia dan segala perhiasannya harus dipupus untuk bisa memudahkan meraih makna keikhlasan.  Banyak orang yang telah bersusah payah mengorbankan banyak hal baik materi, tenaga maupun pikiran untuk beramal, menyangka telah melakukannya dengan keikhlasan karena Allah subhanallahu wa ta'ala. Padahal sesungguhnya ia telah tertipu. Adapun orang-orang yang lalai dari keikhlasan, kelak pada hari kiamat, mereka akan mendapati kebaikan-kebaikan mereka telah berubah menjadi keburukan.

     Sebagaimana firman Allah subhanallah wa ta'ala:
 "Dan (pada hari kiamat) jelaslah bagi mereka dari Allah apa-apa yang belum pernah mereka perkirakan. Dan jelaslah bagi mereka keburukan dari apa-apa yang telah mereka kerjakan. (Az-Zumar: 47-48) 
 "Katakanlah, "Maukah kalian kami kabari tentang orang yang paling merugi amalan mereka? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia usaha mereka di dunia, sedangkan mereka menyangka telah mengerjakannya dengan sebaik-baiknya (Al-Kahfi: 103).

🍀🍀🍀🍀🍀🍀

Riya Kebalikan dari Ikhlas

    Riya berasal dari kata rukyat yang berarti melihat. Asal muasalnya adalah mencari kedudukan atau kemasyuran agar hati orang -orang banyak terpengaruh lalu memujinya sebab telah banyak melihat kebaikan yang ada pada dirinya.

Ada beberapa tingkatan riya:

    Tingkatan terberat adalah memamerkan keimanan sementara hatinya mendustai ucapannya.
Tingkatan berikutnya adalah orang yang melakukan shalat karena terpaksa dan takut diejek orang lain. 
Tingkatan ketiga adalah memamerkan ibadah-ibadah sunah ketika berada didepan orang lain, padahal sebenarnya sangat malas melakukannya bila sendirian. 
Tinkatan keempat adalah menyempurnkan sebuah amalan tetapi biasanya tidak demikian kalau tidak di muka orang lain. 
Tingkatan riya terakhir adalah melakukan sesuatu yang sekalipun ditinggalkan juga tidak akan mengurangi segala sesuatu yang berhubungan dengan amalannya.

Riya’ –bentuk syirik kecil.

Dosanya lebih besar dibandingkan dosa-dosa besar selain kesyirikan, sehingga pelakunya adalah orang yang pertama kali dimasukkan ke neraka.

Berikut hadits yang menceritakan bahwa orang yang berperang jihad karena riya’, menuntut ilmu dan mengajar agama karena riya’, dan sadaqah karena riya’, mereka pertama kali masuk neraka.

Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

“Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya.

Allah bertanya kepadanya : ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : “Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman : “Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian malaikat diperintahkan agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.

Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur`an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca Al Qur`an hanyalah karena Engkau.’ Allah berkata : ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca Al Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca Al Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian malaikat diperintahkan agar menyeretnya di atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.

Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya : ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab : ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian malaikat diperintahkan agar menyeretnya di atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka."

🍀🍀🍀🍀🍀🍀

Apa yang perlu di perhatikan agar bisa IKHLAS..?

Ada banyak hal yang dapat dilakukan agar bisa ikhlas, diantaranya:

1.Hendaklah tiap amalan yang dilakukan semata-mata mengharap ridha Allah. Hilangkanlah perasaan bahwa kita telah ikhlas melaksanakan suatu amalan karena hal ini dapat menjatuhkan kadar keikhlasan kita dihadapan Allah subhanallah wa ta'ala.

2.Setiap aktivitas harus sesuai dengan tuntunan syariat. Hal ini merupakan rel dalam beramal atau beribadah. Sejauh apapun kereta kita bergerak, kita tidak akan pernah sampai ke tujuan kita.

3. Senantiasa ber-muhasabah (mengevaluasi diri). Apakah amalan-amalan yang dilakukan semata-mata hanya mengharapkan ridho-Nya atau masih menempel kepentingan-kepentingan lain yang menodai keikhlasan kita. Seringkali kita sulit untuk jujur terhadap diri sendiri sehingga kita lebih cenderung membela diri daripada menyalahkan diri sendiri.

4.Senantiasa waspada terhadap tipu daya setan yang senantiasa menjuruskan kita kepada sifat riya.

Kita harus menyadari bahwa setiap ikhtiar yang kita lakukan dalam menggapai keikhlasan, syetan tidak akan tinggal diam. Perbaharui niat dalam segala hal semata-mata untuk meraih ridho-Nya. Mohonlah perlindungan dari Allah subhanallah wa ta'ala agar dijauhkan dari godaan syetan.

5. Bertemanlah dengan orang-orang yang ikhlas dan mengikuti cara hidup mereka serta giat menuntut ilmu. 

Begitu besar ganjaran sebuah keikhlasan sampai Rasulullah tercinta mengatakan bahwa diterimanya amal anak adam sangat ditentukan oleh niatnya. Dan saking bencinya syetan terhadap keikhlasan hamba-Nya, dia selalu menggoda baik di awal, pertengahan maupun di akhir sebuah amal atau ibadah. 
Diawal ketika ingin beramal kita digoda untuk berharap mendapatkan keuntungan lain selain dari Allah subhanallah wa ta'ala.

Ketika tengah beramal kita digoda untuk rajin berkeluh kesah dan setelah selesai beramal kita dirayu agar menceritakan amal tersebut pada orang lain. 

Mari kita mulai mentarbiyah diri untuk menggapai derajat mukhlis, diantaranya dengan menjaga kedekatan kita pada Allah subhanallah wa ta'ala.

Wallahu A’lam Bishawab

Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar