Pages

Rabu, 27 Januari 2016

Ukhuwah Islamiyah

Hadits Arbain ke 13
Ukhuwah Islamiyah


عَنْ أَبِيْ حَمْزَة أَنَسِ بنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ خَادِمِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَن النبي صلى الله عليه وسلم قَالَ: (لاَ يُؤمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ) رواه البخاري ومسلم


Abu Hamzah, Anas bin Malik ra. pelayan Rasulullah berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Seorang di antara kalian tidak beriman jika belum bisa mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim)

URGENSI HADITS

Imam Nawawi menyebutkan bahwa Abu Muhammad Abdullah Ibnu Abi Zaid [seorang ulama besar madzab Maliki di Maroko] berkata, “Siklus kebaikan terletak pada empat hadits. Yaitu
1. “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka katakanlah kebaikan atau diam.”
2. “Di antara tanda sempurnanya iman seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak mendatangkan manfaat.”
3. “Jangan marah.”
4. “Tidak beriman seorang di antara kalian, hingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.”
Inilah yang barangkali yang mendorong Imam Nawawi memuat keempat hadits tersebut dalam kitab al-Arba’ain “Empat puluh hadits”.
Al-Jurdani, dalam syarahnya terdapat al-Arbain, mengatakan bahwa hadits ini satu dari dasar-dasar Islam.


KANDUNGAN HADITS
1. Persatuan dan kasih sayang.
Islam bertujuan menciptakan masyarakat yang harmonis dan penuh kasih sayang. Setiap individu berusaha mendahulukan maslahat umum dan kedamaian masyarakat, sehingga tercipta keadilan dan kedamaian. Semua itu tidak akan terealisasi kecuali jika setiap individu yang ada dalam masyarakat menghendaki kebaikan dan kebahagiaan bagi orang lain seperti ia menghendakinya untuk dirinya sendiri. Karena itulah, Rasulullah saw. mengkaitkan persatuan dengan iman. Bahkan merupakan bagian yang tak terpisahkan.

2. Iman yang sempurna.
Iman akan terealisasi dengan pembenaran dan pengakuan yang mendalam terhadap rububiyah (bahwa Allah adalah pemelihara, pengatur, penjaga dan sebagainya) dan meyakini rukun iman yang lain, iman kepada para malaikat, kitab-kitab suci, para rasul, hari akhir, qadla dan qadar.
Dalam hadits ini disebutkan bahwa keimanan tidak dianggap kokoh dan mengakar dalam hati seorang muslim, kecuali ia menjadi manusia yang baik. Manusia yang jauh dari egoisme dan rasa dendam, kebencian dan kedengkian. Ia menghendaki kebaikan dan kebaikan terhadap orang lain, sebagaimana ia menginginkan kebaikan dan kebahagiaan itu untuk dirinya sendiri. Lebih rincinya kesempurnaan iman itu akan terealisasi melalui hal-hal berikut:

a. Mencintai kebaikan untuk saudaranya, sebagaimana ia mencintai untuk dirinya sendiri, dan membenci keburukan untuk saudaranya sebagaimana ia membenci untuk dirinya sendiri. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa ketika Mu’adz bin Jabal bertanya kepada Rasulullah saw. perihal iman yang paling afdhal, Rasulullah saw. bersabda: “Agar seseorang mencintai sesuatu [kebaikan] untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai untuk dirinya sendiri, dan membenci suatu [keburukan] untuk mereka, sebagaimana ia membenci sesuatu [keburukan] untuk dirinya sendiri.” (HR Ahmad)
b. Bersegera memberikan nasehat manakala saudaranya lalai
c. Segera maafkan dan memenuhi hak saudaranya, sebagaimana ia juga ingin segera dipenuhi haknya.

Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin ‘Ash ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang ingin agar dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah ia mati dalam keadaan iman kepada Allah dan hari akhir, dan mendatangi orang yang suka mendatangi.”
3. Nilai lebih seorang muslim.
Di antara bentuk kesempurnaan iman adalah berharap agar kebaikan juga dimiliki orang lain, yang muslim dan yang non muslim. Artinya berharap dan berusaha agar orang-orang kafir itu dapat merasakan nikmatnya iman.
Rasulullah saw. bersabda: “Cintailah sesuatu [kebaikan] untuk orang lain, sebagaimana kamu mencintainya untuk dirimu, niscaya kamu menjadi muslim [yang baik].” (HR Tirmidzi)

4. Berlomba untuk mendapatkan kebaikan.
Berlomba-lomba untuk mendapatkan kebaikan merupakan kesempurnaan iman. Karenanya, seseorang yang ingin memiliki keimanan dan ketakwaan seperti yang dimiliki orang yang lebih shalih, bukanlah suatu aib atau hasad “iri hati”. Bahkan sikap seperti ini merupakan refleksi kesempurnaan iman perbuatan yang disyariatkan Allah swt. dalam firman-Nya: “Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (al-Muthaffifiin: 26)

5. Keimanan menciptakan masyarakat yang bersih dan berwibawa.
Hadits ini merupakan dorongan bagi setiap muslim agar senantiasa berusaha membantu orang lain untuk melakukan kebaikan. Karena hal ini merupakan bukti dan tanda kebenaran imannya. Dengan demikian akan tercipta masyarakat yang bersih dan berwibawa. Bagaimanapun ketika seseorang menciptakan suatu kebaikan untuk orang lain, tentu ia akan berlaku baik kepadanya. Dengan demikian akan timbul rasa kasih sayang di antara anggota masyarakat, kebaikan akan tersebar luas, kejahatan dan kedhaliman akan tersisih, dan terciptalah keharmonisan dalam setiap lini kehidupan. Mereka seolah satu hati, kebahagiaan saudaranya adalah kebahagiaanya, kesedihan saudaranya adalah kesedihannya.
Masyarakat seperti inilah yang seharusnya terbentuk dalam komunitas muslim, sebagaimana yang diisyaratkan Rasulullah saw. dalam haditsnya: “Orang-orang mukmin, dalam kasih sayangnya, seumpama satu tubuh. Jika satu anggota tubuhnya sakit, maka anggota tubuh yang lain merasakan demam dan kurang tidur.” (HR Bukhari dan Muslim).
Jika ini yang terjadi, maka Allah akan memberikan kepada mereka kewibawaan, kemuliaan, dan kekuasaan di dunia. Sedangkan di akhirat, ia akan mendapatkan pahala.

6. Masyarakat yang jauh dari keimanan, adalah masyarakat yang egois dan penuh kebencian.
Jika keimanan tidak ada, kasih sayang pun hilang. Sebagai gantinya, kedengkian, penipuan, dan egoisme mendominasi dalam masyarakat. Dalam kondisi ini, manusia menjelma menjadi srigala-srigala yang haus darah, kehidupan kacau dan kedhaliman merajalela. Allah swt. memberikan gambaran: “Mereka itu mati dan tidak hidup. Mereka tidak tahu kapan mereka dibangkitkan.”

7. Hadits ini mendorong kita untuk bersatu dan hidup teratur

8. Hendaklah kita menjauhi hasad, karena hasad dapat mengurangi kesempurnaan iman. Orang yang memiliki sifat hasad, tidak akan mau orang lain melebihinya , atau bahkan berangan-angan agar nikmat yang ada pada orang lain itu sirna.

9. Iman senantiasa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Sumber : Buku Al Wafi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar