Asbabun Nuzul QS. Al Ikhlas
Surat Al ikhlas diturunkan di Kota Mekkah setelah surat An Naas dan Al Falaq. Surat ini merupakan surat favorit bagi kebanyakan orang, karena ayatnya pendek sehingga mudah dihafal, sering juga dibaca saat shalat, apalagi kalau waktu shalatnya terbatas auto membaca Qul huwallahu ahad ini. Hehehe
Kenapa Surat Al Ikhlas ini diturunkan?
Ada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa pada saat itu orang-orang Quraisy meminta kepada Nabi Muhammad SAW untuk menggambarkan tentang bagaimana sifat-sifat Allah SWT. Maka kemudian Allah SWT turunkan surat Al Ikhlas ini.
Kata Al Ikhlas ini bisa dimaknai dengan kholusa yang artinya murni menjelaskan sifat-sifat Allah SWT.
Keutamaan membaca surat Al Ikhlas
1. Menyamai 1/3 Al Quran
Membaca surat Al Ikhlas satu kali sama halnya membaca 1/3 Al Quran. Kenapa dikatakan 1/3 Al Quran : karena surat Al Ikhlas menjelaskan tentang 3 hal, yaitu :
a) Sifat-sifat Allah SWT.
b) Hukum-hukum Allah SWT
c) Kisah-kisah.
Dari Abi Sa’id Al-Khudri, bahwasanya ada orang mendengar seseorang membaca “Qul huwallahu ahad”, dan diulang-ulang. Pada keesokan harinya, ia mendatangi Rasulullah SAW dan melaporkannya, seakan ia menganggap remeh. Maka Rasulullah bersabda: ”Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, ia sebanding dengan sepertiga Al-Qur`an”. (Shahih Bukhari, no 5013)
2. Wasilah masuk surga
Dari Mu’adz bin Anas Al-Juhaniy RA ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang membaca ‘QUL HUWALLAHU AHAD’ (surah Al-Ikhlas) sampai ia merampungkannya sebanyak sepuluh kali, maka akan dibangunkan baginya istana di surga.” (HR. Ahmad)
3. Surat Al Ikhlas sering di baca oleh Nabi
Waktu dianjurkan membaca surat Al Ikhlas :
- Pada shalat qobliyah subuh
- Pada shalat ba’diyah maghrib
- Saat shalat witir di rakaat ke 3
- Setiap habis shalat (3 qul)
- Sebelum tidur
- Dzikir pagi-petang
Ayat 1
Katakanlah (wahai Muhammad) “Dialah Allah Yang Maha Esa”
Ketika orang-orang Yahudi mengatakan, “Kami menyembah Uzair anak Allah.” Orang Nasrani mengatakan, “Kami menyembah Isa anak Allah.” Orang-orang musyrik mengatakan, “Kami menyembah berhala.” Maka Allah menegaskan bahwa Dia Maha Esa.
Dialah Allah Tuhan Yang Satu, Yang tiada tandingan-Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tiada nama dan sifat sempurna kecuali Dia, tidak ada yang penyayang seperti Dia, tiada yang lebih pedih siksa-Nya kecuali dari-Nya, Dialah Allah sang pemilik, pencipta, pengatur, yang memberikan kehidupan dan yang mematikan.
Kata ahad (أحد) diambil dari akar kata wahdah (وحدة) yang artinya kesatuan. Juga kata waahid (واحد) yang berarti satu. Kata ahad dalam ayat ini berfungsi sebagai sifat Allah yang artinya Allah memiliki sifat tersendiri yang tidak dimiliki oleh selain-Nya
Menurut Sayyid Qutb, “Qul huwallahu ahad” merupakan lafal yang lebih halus dan lebih lembut daripada kata “ahad.” Sebab ia menyandarkan kepada makna “wahid” bahwa tidak ada sesuatu pun selain Dia dan bahwa tidak ada sesuatu pun yang sama dengan-Nya.
Ayat 2
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.”
Ibnu Abbas mengatakan bahwa seluruh makhluk bergantung kepada Allah dalam kebutuhan dan sarana mereka. Dialah Tuhan yang maha sempurna dalam perilaku-Nya. Maha Mulia yang sempurna dalam kemuliaan-Nya. Maha Besar yang sempurna dalam kebesaran-Nya, pemimpin yang sempurna dalam kepemimpinannya, Maha bijak yang sempurna kebijaksanaan-Nya. Allah tidak membutuhkan apa pun termasuk ibadah dari manusia karena sejatinya ibadah akan kembali kepada manusia.
Makna Ash shamad :
Tafsir Al Misbah, (الصمد) berasal dari kata kerja shamada (صمد) yang artinya menuju. Ash shamad merupakan kata jadian yang artinya “yang dituju.”
Sayyid Qutb, (الصمد) secara bahasa adalah tuan yang dituju, yang suatu perkara tidak akan terlaksana kecuali dengan izinnya. Allah SWT adalah Tuan yang tidak ada tuan sebenarnya selain Dia. Dialah satu-satunya yang dituju untuk memenuhi segala hajat makhluk.
Ayat 3
Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.”
Sayyid Qutb menjelaskan, hakikat Allah itu tetap, abadi, azali. Sifatnya adalah sempurna dan mutlak dalam semua keadaan. Kelahiran adalah suatu kemunculan dan pengembangan, wujud tambahan setelah kekurangan atau ketiadaan. Hal demikian mustahil bagi Allah. Kelahiran juga memerlukan perkawinan. Lagi-lagi, ini mustahil bagi Allah.
Kalau Allah punya anak berarti Dia butuh pasangan (tidak Esa), kalau Tuhan dilahirkan berarti ada kematian / ketiadaan, padahal Allah itu kekal.
Ayat 4
Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.”
Kata kufuwan (كفوا) berasal dari kata kufu’ (كفؤ) yang artinya sama. Tidak ada seorang pun yang setara apalagi sama dengan Allah SWT.
Dialah yang memiliki segala sesuatu dan yang menciptakannya, maka mana mungkin Dia memiliki tandingan dari kalangan makhluk-Nya yang bisa mendekati atau menyamai-Nya.
Menurut Sayyid Qutb, makna ayat ini adalah, tidak ada yang sebanding dan setara dengan Allah. Baik dalam hakikat wujudnya maupun dalam sifat Dzat-Nya.
Kesimpulan
Surat ini berisi rukun-rukun aqidah dan syariat Islam paling penting. Yakni mentauhidkan Allah SWT Menyifati Allah dengan sifat sempurna dan menafikan segala sekutu bagi-Nya.
Bahwa Allah itu Esa, Allah itu tidak butuh pada siap pun dan apa pun, Allah itu tidak beranak/tidak diperanakkan, dan tak ada yang setara dengan Dia.
Surat ini merupakan bantahan telak kepada orang-orang kafir, orang-orang nashara yang menganggap bahwa Isa Al Masih itu dilahirkan. Mereka semua telah menyekutukan Allah. Maka Allah menjelaskan tauhid yang benar, yang harus diimani oleh umat Islam dalam surat ini.
Orang-orang nashara dikafirkan bukan karena membunuh, berkelakuan buruk maupun berzina, akan tetapi mereka disebut kafir karena mengatakan Allah punya anak.
“Sesungguhnya telah kafirlah orang yang mengatakan, ‘bahwasannya Allah salah seorang dari yang tiga,’ padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa .” (QS. Al Maidah:73)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar