Pages

Senin, 27 Juni 2022

TADABBUR SURAT AL HUMAZAH



AYAT 1

Celaka dan siksa yang pedih bagi orang yang suka menggunjing dan mencela orang lain."

Makna wailul ada dua pendapat :

  • Nama suatu lembah di neraka yang kedalamannya bisa ditempuh selama 40 tahun, isi lembah tersebut lelehan nanah penghuni neraka.
  • Doa keburukan : Al khizyu (kehinaan), Al ‘Alaq (kebinasaan), Al Azab (siksaan)

Surat di dalam Al Quran yang di buka dengan kata wail terdapat pada surat Al Humazah dan surat Al Muthaffifin. Secara garis besar surat Al Humazah mengisahkan tentang orang-orang yang suka mengumpat sedangkan Al Muthaffifin mengisahkan orang-orang yang curang dalam berniaga.

Perbedaan makna humazah & Lumazah :

  • Humazah artinya mencela dengan lisan, mencela di hadapan seseorang secara langsung, termasuk berkata-kata kotor, mengumpat dengan nama binatang dan sejenisnya.
  • Lumazah artinya mencela dengan mimik/gestur seperti menggunakan mata, bibir dan anggota tubuh lainnya, mencela di belakang seseorang.

Yang perlu kita garis bawahi di sini adalah bahwa perbuatan mencela itu secara tegas di larang oleh Allah, apapun bentuknya jangan pernah kita lalukan.

Motif mencela :

  1. Sungguh-sungguh mencela : mencela yang bersumber dari rasa benci, iri dan dengki terhadap seseorang. Misalnya, saling menjelekkan dan menjantuhkan satu sama lain ketika hendak mencalonkan diri menjadi kepala desa, saat bersaing dalam hal berniaga.
  2. Bermaksud bercanda. Misalnya memincang-mincangkan kaki agar mirip seperti orang yang pincang betulan dengan maksud membuat orang lain tertawa. 

Yang perlu kita perhatikan saat hendak bercanda dengan orang lain jangan sampai ada kebohongan saat bercandaan tersebut. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits riwayat Tabrani, “Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda ‘Aku juga bercanda, namun aku tetap berkata yang benar’ (HR. Tabrani)”

Pernah suatu hari, Rasulullah di datangi oleh seorang nenek tua, lalu meminta kepada Nabi agar mendoakannya masuk surga, lantas Nabi menjawab ‘Di surga tidak ada wanita tua’. Pulanglah nenek dengan menangis tersedu-sedu. Kemudian Nabi memanggil sang nenek dan berkata, sesungguhnya di surga tidak ada orang yang tua, tapi ia akan kembali muda. Sang nenek akhirnya tersenyum dengan gembira.

Kisah kedua, Pada suatu waktu ada seseorang yang bertanya kepada Abu Hanifah, “Wahai Iman Hanifah, kemanakah aku harus menghadapkan badanku saat mandi? Apakah menghadap kiblat ataukah membelakanginya? Abu Hanifah menjawab ‘ mandilah menghadap ke pakaianmu agar tidak dicuri orang”.

Rasulullah juga telah menegaskan tentang larangan bercanda dengan kebohongan sebagaimana yang tertuang dalam hadits riwayat Abu Daud & Tirmidzi, “Celakalah yang berbicara lantas berdusta hanya karena ingin membuat suatu kaum tertawa. Celakalah dia. Celakalah dia.” (HR. Abu Daud & Tirmidzi)

Allah sudah mewanti-wanti untuk terus berupaya menjaga lisan, agar tidak menggelincirkan kita ke dalam api neraka. Itulah benar kata pepatah bahwa ‘Lidah tidak bertulang’ betapa ucapan yang kita lontarkan dari mulut itu amat cepat yang kadang-kadang tanpa kita pikirkan akibat dari kata-kata itu. Namun Allah juga menjanjikan pahala surga bagi orang-orang yang mampu menjaga lisan, sebagaimana di sampaikan dalam sebuah hadits riwayat Bukhori, “Dari Sahal bin Saad RW, sesungguhnya Nabi SAW bersabda :

Barangsiapa yang menjamin padaku bahwa dia mampu menjaga antara dua tulang rahangnya (lisan) dan di antara dua kakinya (kemaluan) maka aku jamin ia masuk surga.” (HR. Bukhari)

Pengingat bagi kita semua, untuk terus menjaga lisan terutama agar tidak mencela, terlebih lagi mencela dalam hal agama, ini merupakan perbuatan mencela yang paling buruk, misalnya : Orang yang jujur di katakan sok suci, orang yang memelihara jenggot di katakan mirip kambing, orang yang mengajak masyarakat memilih pemimpin muslim dikatakan SARA, wanita muslimah yang mengenakan niqob dikatakan seperti ninja dan lain sebagainya.

Hikmah yang bisa kita ambil dari ayat ini adalah janganlah bermudah-mudahan untuk mencela, baik secara lisan maupun menggunakan mata atau anggota tubuh lainnya, di hadapan seseorang maupun dibelakangnya, baik mencela sungguhan ataupun hanya sekedar bercanda dengan maksud mengolok-olok terlebih lagi mencela dalam hal agama yang sudah Allah ingatkan secara tegas. “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat : 11)

Biasanya seseorang yang suka mencela orang lain ini dilakukan di atas kesombongan. 


AYAT 2

Yang tujuannya hanya mengumpulkan harta dan menghitungnya, dan tak punya tujuan lain kecuali hal tersebut”.

Ayat 2 ini merupakan sebuah celaan bagi orang-orang yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Apa korelasinya dengan ayat pertama ? Ternyata salah satu motif seseorang dalam mencela itu adalah karena banyaknya harta. Harta mereka jadikan sebagai tolok ukur dalam menilai segala sesuatu, yang kaya sangat dihormati, sedangkan yang tidak kaya tak dihargai, memandang rendah orang-orang miskin. Maknya kebanyakan orang yang sombong itu ya orang-orang kaya tadi. Sehingga apapun itu dinilainya dengan harta. Misalnya hanya mau berteman dengan orang-orang yang sepadan saja, memilih besan dengan keluarga yang setara dan lain sebagainya.

Lalu yang menjadi pertanyaan adalah? Apakah kita tidak boleh mengumpulkan harta? Apakah kita tidak boleh mengecek atau melihat-lihat saldo di rekening? Apakah kita tidak boleh membeli tanah, emas untuk simpanan di masa yang akan datang? Bagaimana dengan tabungan pendidikan anak, haji dll? Jawabnya ada pada klasifikasi harta perorangan di bawah ini.

  1. Harta seseorang yang ia kumpulkan tidak mencapai nishob. Maka orang seperti ini boleh menumpulkan uang alias menabung.
  2. Harta yang dimiliki mencapai nishob tapi tidak dibayarkan zakat maal. Ijma’ ulama mengatakan yang demikian ini hukumnya haram untuk mengumpulkan harta. "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.” (34) “(Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At Taubah 34-35)
  3. Harta yang dimiliki mencapai nishob, dan sudah dikeluarkan zakatnya akan tetapi, sisa uangnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup sehari-hari. Dibolehkan menabung.
  4. Hartanya mencapai nishob, sudah dibayarkan zakatnya, dan sisa uangnya melebihi kebutuhan pokoknya. Jumhur ulama mengatak boleh menabung. 

Pernah suatu ketika Rasulullah memberikan nafkah kepada keluarga beliau untuk masa satu tahun dalam sekaligus saat mendapatkan harta rampasan perang (ini menunjukkan kepada kita bahwa boleh mengumpulkan uang untuk kepentingan di masa yang akan datang). 

Pada suatu waktu, Saad bin Abi Waqos sakit keras, karena sakit yang sangat sampai punya firasat mau meninggal, lalu datanglah Nabi kepadanya, “Wahai Rasulullah, aku berniat menginfaqkan seluruh hartaku di jalan Allah”  jawab Nabi “tidak”, lalu Saad bertanya lagi, “bagaimana jika separuhnya”, “tidak” jawab Nabi, “bagaimana jika 1/3 nya”, Nabi menjawab “Ya, sesungguhnya itu sudah banyak”, Lalu Nabi berkata “sesungguhnya lebih baik kamu tinggalkan keluargamu dalam kecukupan daripada dalam kondisi kekurangan”. 

Lalu siapakah yang dimaksud orang yang suka mengumpulkan harta pada ayat 2 ini? Yaitu orang-orang yang mengumpulkan harta tanpa mengeluarkan zakat, infaq dan sedekahhnya hanya sebatas untuk memperkaya diri.


AYAT 3

Ia mengira bahwa harta yang dikumpulkan bisa menolongnya dari kematian sehingga bisa hidup kekal di dunia”.

Ada 3 pendapat yang memberikan penjelasan tentang Kekal :

1. Kekal yang haqiqi

Mereka meyakini bahwa hidup di dunia itu selamanya tidak akan pernah mati sampai hari kiamat nanti. Nabi mengataka keyakinan seperti ini merupakan pemikiran orang-orang yang bodohnya tingkat akut, meyakini hal yang aneh dan tak mungkin terjadi, angan-angannya panjang sangat alias banyak mengkhayal. Allah dengan sangat tegas mengatakan bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mengalami yang namanya kematian. “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Q.S. Ali 'Imran : 185)

Maka dari itu, tidak boleh seseorang berdoa agar hidup kekal sampai hari kiamat. Kalaupun seumpama ada maka yang paling pantas hidup kekal adalah Nabi kita yang paling baik akhlaknya. Tapi nyatanya tidak demikian, Nabi yang mulia juga mengalaminya, “Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati dan mereka akan mati (pula). (QS. Az Zumar : 30)

Contoh lain bahwa harta tidak mengekalkan adalah Qorun, hartanya melimpah kunci gudang hartanya bahkan diangkat 10 orang saja tidak kuat. Namun justru Qorun Allah tenggelamkan bersama seluruh hartnya ke dalam tanah. 

Sesungguhnya tak ada yang kekal di dunia ini, kecuali kehidupan akhiratnya yang kekal abadi selamanya. 

2. Kekal dalam anggapan panjang umurnya. Sejatinya panjang pendeknya usia tidak bergantung pada banyaknya harta. Justru yang bisa memanjangkan umur adalah dengan cara bersilaturohmi. Jangan pelit dan sering bersedekah kepada yang membutuhkan, karena pelit itu justru membawa petaka bagi diri seseorang. Harta yang masuk ke perut jadi enggak berkah karena ada hak orang lain yang belum ter tunaikan.

Banyaknya harta tidak dapat menambah umur manusia meski hanya sedetik. Justru semakin banyak harta bisa mengurangi umur karena sibuk dengan urusan hartanya dan berkurang waktunya untuk keluarga. 

3. Kekal dalam hal nama. Mereka mengira bahwa yang kaya itulah nantinya yang akan terus dikenang meski sudah tak hidup lagi. Namun apa baiknya dikenang jika terkenal yang buruknya saja.


AYAT 4

كَلَّا ۖ لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ

Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dicampakkan ke dalam (neraka) huthomah”

كَلَّا merupakan sebuah bantahan terhadap anggapan bahwa harta yang mereka kumpulkan akan membuat hidup kekal, menurut para ulama dan ahli bahasa seolah-olah Allah SWT  mengatakan kepada mereka kazakkta (sesungguhnya itu sebuah kebohongan) maka buang jauh-jauh anggapan kalian itu, justru kalian akan mati dan akan di masukkan ke dalam neraka untuk mendapatkan balasan atas perbuatan buruk kalian selama di dunia (seolah-olah seperti sumpahnya Allah).

Kata Layumbadanna berasal dari kata yumbada terdapat imbuhan la dan nun tasydid, hal ini bermakna sebuah kepastian/keseriusan. 

Kenapa menggunakan kata dicampakkan dalam ayat ini? Sebagai penegasan bahwa mereka itu amat sangat hina sebagaimana barang yang tak ada nilainya lagi. pada hari (ketika) itu mereka didorong ke neraka Jahanam dengan sekuat-kuatnya”. (QS. Ath-Thur : 13) .

Apa yang dicampakkan? Orangnya dan juga hartanya yang kelak akan menjadi bahan bakarnya di neraka. “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.” (34) “(Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At-Taubah : 35-35).

Huthomah merupakan salah satu dari nama Neraka. Huthomah berasal dari kata Hathoma yang artinya menghancurkan sehancur-hancurnya. Karena orang yang suka mencaci orang lain itu menghancurkan hati orang yang dicelanya, makanya di akhirat Allah balas dengan siksa yang menghancurkan seluruh tubuhnya, lalu kami menghidupkannya lagi, menyiksanya lagi terus dan terus hingga seperti orang yang tak hidup dan orang yang tak mati. “Sungguh, orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan azab. Sungguh, Allah Maha-perkasa, Maha bijaksana.” (QS. An Nisa : 35)


AYAT 5

وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ

“Tahukah kamu apakah (neraka) Ḥuṭamah?


AYAT 6

نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ

“(Ia adalah) api (azab) Allah yang dinyalakan”

Allah mengatakan نَارُ اللَّ   (api Allah), ketika api tersebut disandarkan kepada Allah maka itu menunjukkan bahwa api tersebut bukanlah api yang biasa akan tetapi api yang sangat mengerikan, karena yang menyiapkan api tersebut adalah Allah. Api spesial yang panasnya 70 kali lipat panasnya api dunia.

Api neraka pada asalnya sudah sangat panas, lalu dinyalakan dan dipanaskan lagi selama 1000 tahun oleh Allah, kemudian dipanaskan lagi selama 1000 tahun hingga api tersebut menjadi hitam, karena saking panasnya. Dan api tersebut disiapkan untuk orang kafir.


AYAT 7

الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ

“yang (membakar) naik sampai ke hati”

Makna kata  تَطَّلِعُ : 

  1. Sampai : Api tersebut sangat panas, dapat membakar tubuh manusia dari bagian luar hingga ke bagian tubuh yang paling dalam, yaitu hati dengan melewati beberapa lapisan kulit. Kenapa hati disebutkan secara spesifik padahal anggota tubuh bagian dalam itu kan banyak? Pendapat pertama para Ulama karena hati merupakan organ tubuh yang paling sensitif dan yang paling halus. Di sini Allah ingin menjelaskan betapa menderitanya para penghuni huthomah ini, mereka mendapatkan siksaan yang paling dahsyat hingga mencapai puncak siksaan yang paling tinggi hingga ke hati. Pendapat kedua jika siksaan manusia sudah mencapai ke dalam hati otomatis manusia tersebut akan mati, setelah mati dihidupkan kembali dan disiksa lagi, terus seperti itu tanpa ada akhir dan kekal selamanya.
  2. Mengetahui : Ahli tafsir mengatakan, api itu atas izin Allah SWT mampu mengetahui seberapa besar kebaikan dan keburukan seseorang. Jadi api bisa menentukan kadar siksaan yang akan diberikan kepada orang-orang yang suka mencela. Jadi masing-masing orang mendapatkan siksaan sesuai “kelas” masing-masing. 


AYAT 8

إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ

Sesungguhnya dia (api itu) tertutup rapat (sebagai hukuman) atas mereka”

Orang yang berada dalam neraka huthomah, akan disiksa dalam keadaan pintu tertutup rapat, tanpa ada celah sedikit pun untuk dapat dimasuki angin dari luar, begitu pun sebaliknya tidak ada uap api panas yang bisa keluar dari dalam, gambarannya demikian :

  1. Betapa panasnya api tersebut, jangankan terasa silir bahkan angin saja tidak bisa masuk ke dalamnya, sesak, pengap, panasnya terpusat mirip panci presto yang melumatkan duri ikan dan daging dalam waktu singkat.
  2. Mereka yang ada di dalamnya tidak ada harapan sama sekali untuk bisa keluar dari sana, jangankan pintu terbuka, celah saja tidak ada sama sekali. “Setiap kali mereka hendak keluar darinya (neraka) karena tersiksa, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan), “Rasakanlah azab yang membakar ini!” (Al Hajj : 22)



AYAT 9

فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ

“(sedangkan mereka) diikat pada tiang-tiang yang panjang”

  • Fungsi tiang untuk mengunci pintu-pintu neraka dan membuat penghuninya semakin putus asa. “Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami (dari neraka), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan, yang berlainan dengan yang telah kami kerjakan dahulu.” (Dikatakan kepada mereka), “Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami), dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun.” (QS. Fatir : 37)
  • Fungsi tiang untuk memancung, orang-orang di ikat pada tiang lalu di panggang tanpa bisa bergerak sedikit pun.



Sumber Belajar :

1. Kajian Ustadz Firanda

2. Kajian Ustadz Adi Hidayat

3. Yufidtv

4. Ustadz Abdullah Zaen


Tidak ada komentar:

Posting Komentar